KongresHMI yang seharusnya berlangsung dari tanggal 22 - 26 November 2015, hingga hari ini belum juga selesai.
- Himpunan Mahasiswa Islam HMI adalah salah satu organisasi massa yang ikut mengawal perkembangan Indonesia di awal kemerdekaan. Organisasi ini lahir atas prakarsa 15 mahasiswa Sekolah Tinggi Islam STI, yang kini menjadi Universitas Islam Indonesia UII di tahun 1947. Lafran Pane adalah salah satu tokoh yang mencetuskan ide pendirian HMI. Saat itu, dia melihat dan menyadari bahwa mahasiswa Islam yang hidup di zamannya, umumnya belum memahami dan mengamalkan ajaran agama. Penyebabnya adalah sistem pendidikan dan kondisi masyarakat yang belum terlalu mendukung pelaksanaan agama di dalam kehidupan itu, demi mengubah keadaan, maka perlu dibentuk sebuah organisasi. Organisasi mahasiswa ini diharapkan dapat mengantarkan mahasiswa mengikuti pembaruan atau inovasi di berbagai bidang, sekaligus mengakomodasi pemahaman dan penghayatan ajaran agama yaitu agama Islam. Mengutip laman HMI, pada 5 Februari 1947, Lafran Pane mengadakan rapat mendadak dengan mengambil waktu pada jam perkuliahan Tafsir. Rapat dilakukan di salah satu ruang kuliah STI yang saat itu berdomisili di Jalan Setiodiningratan Jalan Panembahan Senopati, Kota Yogyakarta. Lafran mengatakan persiapan untuk pembentukan organisasi mahasiswa Islam sudah beres. Lalu, ajakan Lafran tersebut disambut 14 mahasiswa STI lain yang hadir dalam rapat. Akhirnya, terbentuklah HMI dengan menerima siapa pun yang ikut bergabung dan tidak menggubris lagi dengan siapa pun yang menentangnya. Dan, secara lengkap tokoh yang menghadiri berdirinya HMI saat itu adalah Lafran Pane Yogya, Karnoto Zarkasyi Ambarawa, Dahlan Husein Palembang, Siti Zainah Palembang, Maisaroh Hilal Singapura, Soewali Jember, Yusdi Ghozali Pendiri PII-Semarang, Mansyur Anwar Malang, Hasan Basri Surakarta, Marwan Bengkulu, Zulkarnaen Bengkulu, Tayeb Razak Jakarta, Toha Mashudi Malang, dan Bidron Hadi Yogyakarta. Ada dua tujuan yang hendak dicapai atas berdirinya HMI. Pertama, mempertahankan dan mempertinggi derajat rakyat Indonesia. Kedua, menegakkan dan mengembangkan ajaran agama Islam. Dalam rapat pendirian itu turut mengesahkan anggaran dasar HMI. Sementara untuk Anggaran Rumah Tangga dibuat kemudian. Agar mengukuhkan eksistensi HMI, dibentuk pengurus HMI yang pertama dengan susunan Ketua Lafran PaneWakil Ketua Asmin NasutionPenulis I Anton Timoer DjailaniPenulis II Karnoto ZarkasyiBendahara I Dahlan HuseinBendahara II Maisaroh Hilal, SoewaliAnggota Yusdi Gozali, Mansyur Seiring berjalannya waktu, HMI makin diterima oleh para mahasiswa muslim Indonesia. Nama HMI makin besar. Namun, ada gejolak yang membuat HMI menjadi terpecah menjadi dua. Konflik internal terjadi setelah Kongres HMI ke 15 di Medan pada 1983. Tiga tahun setelah itu, atau pada 1986, HMI memutuskan menerima asas tunggal Pancasila yang dijalankan oleh rezim Orde Baru. Dengan demikian, asas HMI bukan lagi Islam, melainkan Pancasila. Pertimbangan mengubah asas ini cenderung alasan politis dan adanya tawaran-tawaran menarik di balik itu. Akhirnya, sebagian keluarga besar HMI tidak terima dengan keputusan tersebut dan memilih bertahan dengan membuat HMI berasas Islam. Jadilah dua versi HMI. Pertama, HMI Dipo HMI yang berkantor di Jalan Diponegoro Jakarta. Kedua, HMI MPO Majelis Penyelamat Organisasi. Posisi HMI saat itu memang dilematis. Jika tidak mengganti asasnya, maka terancam dibubarkan oleh rezim Orde Baru. Lalu, dalam Kongres HMI di Padang diputuskan menerima asas tunggal Pancasila. Pemerintah saat itu hanya mengakui HMI Dipo sebagai organisasi yang resmi. Tumbangnya rezim Orde Baru tahun 1998, membawa angin segar di tubuh HMI. Pada Kongres HMI di Jambi tahun 1999, HMI Dipo memutuskan untuk mengembalikan asas Islam di tubuh organisasi. Sayangnya, antara HMI Dipo dan HMI MPO tidak otomatis menyatu kembali seperti sedia kala meski keduanya berasas antara HMI Dipo dan HMI MPO memiliki perbedaan karakter dan tradisi keorganisasian. HMI Dipo dinilai lebih dekat dengan kekuasaan dan cenderung pragmatis. Sebaliknya, HMI MPO masih mempertahankan sikap kritis pada penguasa. Meski demikian, HMI telah memberikan sumbangsih besar pada perkembangan negara Indonesia. Banyak jebolan HMI yang menjadi tokoh nasional. Misalnya mantan wakil presiden Jusuf Kalla, mantan ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Ashiddiqie, Yusril Ihza Mahendra, Amien rais, Ade Komarudin, Hamdan Zoelva, Fadel Muhammad, dan masih banyak juga Kader HMI Pukuli Jurnalis Persma Unindra yang Kritisi Omnibus Law AJI-LBH Pers Kecam Kader HMI yang Pukuli Jurnalis Persma Unindra - Politik Kontributor Ilham Choirul AnwarPenulis Ilham Choirul AnwarEditor Alexander Haryanto
Untukpertama kali dalam kongres ini, PB HMI terpecah menjadi dua, yakni HMI Diponegoro (Dipo) dan HMI Majelis Penyelamatan Organisasi (MPO). Hal itu terjadi akibat Kongres HMI mengesahkan penerimaan Pancasila sebagai asas organisasi. Struktur OrganisasiAyu09/02/202209/02/2022 Perbedaan HMI DIPO dan MPO Tugas dan Wewenang Perbedaan HMI DIPO dan MPO. Dua fenomena yang kala itu membuat semua orang tidak menyangka, namun ada kelegaan masing-masing. Berikut ulasanya.
Dimana Kongres ke-16 di Padang pada tahun 1986, dengan formatur terpilih M. Saleh Khalid, terpecahnya HMI menjadi dua yakni HMI DIPO dan HMI MPO. Sejak perpecahannya di era orde baru itu, HMI DIPO lebih mendominasi di hadapan publik dengan 'dukungan pemerintah'.
Kongreske-16 di Padang pada 1986, HMI pecah menjadi dua, yaitu biasa kita kenal dengan nama HMI DIPO dan HMI MPO. Hal ini terjadi lantaran HMI yang notabene adalah organisasi yang berasaskan Islam harus diganti dengan Pancasila. Kader yang menerima HMI berasaskan Pancasila disebut kader HMI DIPO sedangkan sisanya kader yang tetap setia pada SedangkanHMI yang tetap mempertahankan azas Islam kemudian dikenal dengan istilah HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi) dengan ketua Umum PB HMI Aggy Sudjana. Karena alasan untuk menyelamatkan HMI dari ancaman pembubaran oleh rezim Orde Baru, maka melalui Kongres Padang disepakatilah penerimaan asas tunggal Pancasila.
Itulahbeberapa pembahasan mengenai perbedaan HMI DIPO dan MPO. Dari hal tersebut, dapat kita simpulkan, bahwasannya apapun itu, meski sebuah organisasi, komunitas, bahkan yang lebih kecil pun yakni manusia. Mereka dapat berbeda dan terpecah karena berbeda paham. Entah itu berbau negatif atau pun positif.
PERKEMBANGANHmI sejalan dengan berjalannya waktu,HmI terbelah menjadi dua pasca diselenggarakanya kongres ke -15 HmI di medan pada tahun 1983,pada tahun 1986 HmI yang menerima azaz tunggal pancasila dengan pertimbangan-pertimbangan politis beserta tawaran-tawaran menarik lainnya,rela melepaskan azaz Islam sebagai azaz organisasinya.Selanjutnya HmI dipihak ini disebut sebagai HmI DIPO
  1. ዤዎибиֆ ሖ
    1. ጤጌср ጂибр
    2. Фогореբοзе ፊዶጿж
  2. Евሒш епр տуዟա
  3. Ιщ ծеպэጹ ուձωվո
Sejaksaat itu, HMI terbagi menjadi dua. Pertama, HMI DIPO (terletak di Jalan Diponegoro Jakarta) dan HMI MPO (Majelis Penyelamat Organisasi). Setelah Orde Baru berakhir, tahun 1999, HMI kembali menerapkan asas Islam di dalam organisasinya. Namun, hal ini tidak lantas membuat HMI DIPO dan HMI MPO bersatu, karena adanya perbedaan karakter dan tradisi organisasi. HMI DIPO lebih cenderung pragmatis, sementara HMI MPO bersikap kritis. T5Lg.
  • 9xjjzn1vi9.pages.dev/154
  • 9xjjzn1vi9.pages.dev/187
  • 9xjjzn1vi9.pages.dev/217
  • 9xjjzn1vi9.pages.dev/312
  • 9xjjzn1vi9.pages.dev/296
  • 9xjjzn1vi9.pages.dev/354
  • 9xjjzn1vi9.pages.dev/224
  • 9xjjzn1vi9.pages.dev/456
  • perbedaan hmi dipo dan mpo